Doa Iftitah: Wajjahtu Wajhiya
Doa Iftitah: Wajjahtu Wajhiya ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Fiqih Doa dan Dzikir yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, / 13 Rajab 1446 H / 13 Januari 2025 M.
Kajian Tentang Doa Iftitah: Wajjahtu Wajhiya
Pada kajian ini, kita mengangkat tema Fikih Doa dan Zikir, khususnya Redaksi Doa Bagian Ketiga. Kajian ini merupakan serial nomor 227.
Pada pertemuan sebelumnya, telah disampaikan dua redaksi doa iftitah. Doa pertama adalah redaksi yang paling pendek, yaitu:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ
“Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji-Mu. Mahaberkah nama-Mu, Mahatinggi keagungan-Mu, dan tidak ada tuhan selain Engkau.”
Selanjutnya, kita mengkaji doa iftitah dengan ukuran yang sedang. Yaitu Doa Iftitah Allahumma Ba‘id Baini.
Pada kesempatan ini, kita masih melanjutkan pembahasan doa iftitah yang juga termasuk ukuran sedang, yaitu doa yang mungkin sudah tidak asing bagi banyak dari kita. Bahkan, mungkin doa ini sudah diajarkan sejak kecil.
Doanya berbunyi:
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Aku menghadapkan wajahku kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi dengan lurus (hanif), dan aku bukan termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dengan itulah aku diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri (muslim).”
Meskipun banyak dari kita yang telah menghafal doa ini sejak kecil, sering kali panjang pendek bacaan atau cara membacanya masih keliru. Hal ini terjadi karena dahulu kita menghafal doa hanya dengan mendengar, tanpa melihat tulisan aslinya. Kebiasaan ini rentan menimbulkan kesalahan, baik dalam panjang pendek bacaan maupun susunan kata.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus meningkatkan pemahaman dan memperbaiki bacaan doa. Dengan demikian, kita tidak hanya berhenti pada tahap awal pembelajaran, tetapi naik ke jenjang yang lebih tinggi dalam memahami agama. Ayo kita terus belajar, naik kelas dari pemahaman tingkat dasar menuju pemahaman yang lebih mendalam.
Landasar Doa Iftitah: Wajjahtu Wajhiya
Landasan doa ini berasal dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh menantu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yaitu Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu. Ali menikah dengan Fatimah, putri Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Oleh karena itu, hadits ini diriwayatkan oleh menantu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ali bin Abi Thalib berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, apabila membuka shalat (iftitah), beliau membaca:
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Aku hadapkan wajahku kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi, dengan sepenuh hati untuk berkomitmen dalam kebenaran, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya shalatku, ibadahku (sembelihanku), hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan itulah yang diperintahkan kepadaku. Dan aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri.”
Hadits ini disebutkan oleh Imam Asy-Syafi’i dalam kitab Al-Umm. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim, tetapi redaksi doanya lebih panjang. Oleh karena itu, yang digunakan di sini adalah redaksi yang sedang, sebagaimana yang ada dalam riwayat Imam Asy-Syafi’i.
Jika membaca riwayat Imam Muslim, maka doa iftitah tersebut memiliki tambahan yang lebih panjang. Oleh sebab itu, apabila ada seseorang yang membaca dengan redaksi lebih panjang, jangan terkejut, karena riwayatnya juga sahih dan tercantum dalam Shahih Muslim.
Pilihan redaksi dari kitab Al-Umm karya Imam Asy-Syafi’i diambil karena inilah yang paling sering dibaca oleh kebanyakan masyarakat Indonesia dan memiliki landasan yang kuat.
Kandungan Doa
Mari kita kaji kandungan yang ada di dalam doa ini. Doa ini dibuka dengan kalimat:
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
“Aku menghadapkan wajahku kepada Allah, yang menciptakan langit dan bumi.”
Ketika shalat, kita sebenarnya sedang menghadap kepada Allah. Seharusnya, saat menghadap Allah, kita bersikap serius dan totalitas. Misalnya, jika hendak bertemu calon mertua, kita akan berdandan dan mempersiapkan diri dengan baik. Padahal, siapakah yang lebih tinggi kedudukannya, calon mertua atau Allah? Tentu Allah.
Jika ditolak oleh calon mertua, masih ada alternatif lain. Namun, jika ditolak oleh Allah, ke mana akan pergi? Tidak ada alternatif lain. Sayangnya, kita sering kali tidak menghadirkan perasaan bahwa saat shalat, kita sedang menghadap kepada Allah.
Bayangkan jika kita memiliki janji dengan seorang pejabat pada pukul 07.15. Apakah kita akan datang terlambat? Tidak. Bahkan, kita mungkin datang pukul 06.00 agar tidak terlambat. Namun, ketika dipanggil oleh Allah untuk shalat, misalnya adzan Dzuhur berkumandang pukul 12.00, ada saja alasan untuk menunda. “Tanggung, masih masak,” atau, “Tanggung, sedang rapat.” Kita sering lupa bahwa sedang menghadap kepada Allah, bukan kepada manusia.
Ketika kita sadar bahwa shalat adalah momen menghadap Allah, maka segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan baik. Pakaian harus layak dan terbaik. Bayangkan, saat bertemu pejabat atau calon mertua, kita menyetrika pakaian hingga rapi. Namun, untuk shalat, ada yang memakai pakaian kotor, berbau keringat, atau bahkan belum diganti.
Lebih dari itu, yang paling penting adalah mempersiapkan mental dan hati agar fokus saat menghadap Allah. Inilah yang paling sulit dilakukan. Fokus ini mencakup menghadirkan rasa khusyuk, menyadari kebesaran Allah, dan mengarahkan hati sepenuhnya kepada-Nya.
Memakai pakaian yang pantas untuk shalat atau berusaha tepat waktu sebenarnya bukan hal yang sulit jika sudah terbiasa. Namun, yang paling berat adalah menyiapkan fokus atau khusyuk dalam shalat. Hal ini memerlukan latihan.
Salah satu cara melatih khusyuk adalah dengan menghadirkan perasaan bahwa kita sedang menghadap Allah. Perasaan ini bisa dihadirkan ketika membaca doa iftitah dengan merenungkan maknanya.
Dalam doa ini juga disebutkan istilah “hanifa”. Hanifah berarti berusaha sepenuh hati dan berkomitmen pada kebenaran. Ini mencakup berusaha menetapi aturan-aturan Allah, fokus pada kebaikan, dan tidak tergoda pada keburukan. Itulah makna dari hanifah—konsistensi dalam kebaikan dan menjauhi keburukan.
Ketika kata hanifa dimaknai sebagai konsistensi kepada tauhid, berarti kita meninggalkan syirik. Jika dimaknai sebagai konsistensi kepada sunah, maka bidah harus ditinggalkan. Ketika diartikan sebagai konsistensi kepada ketaatan, maka maksiat harus dijauhi. Itulah hanifah. Satu kata yang mengandung makna sangat luas.
Dalam doa iftitah, kita juga mengikrarkan: “Dan aku bukan termasuk orang-orang musyrik.” Artinya, kita tidak mau melakukan perbuatan syirik dan tidak ingin dekat-dekat dengan kaum musyrikin. Ada dua hal yang harus dipahami di sini:
- Menjauhi perbuatan syirik.
- Tidak mengikuti perilaku kaum musyrikin.
Perbuatan syirik harus dijauhi, begitu pula perilaku kaum musyrikin. Kita tidak boleh meniru mereka, baik dalam berperilaku, berpakaian, maupun menjalankan ritual. Namun sayangnya, tidak sedikit dari kaum muslimin yang justru mencontoh perilaku kaum musyrikin. Mereka ikut meramaikan perayaan kaum musyrikin, mengenakan pakaian yang menyerupai mereka, dan bahkan mengadopsi ritual-ritual mereka.
Jika demikian, apa fungsi membaca doa iftitah dalam shalat? Doa tersebut seharusnya menjadi pengingat bahwa umat Islam memiliki identitas yang berbeda dari kaum musyrikin.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54880-doa-iftitah-wajjahtu-wajhiya/